Sejarah dan Adat Istiadat Suku bugis Asal Sulawesi Selatan
zulfa azizah Friday, December 5, 2014 suku, sulawesi selatan
Penjelasan mengenai Sejarah, Adat Istiadat suku Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan. Bugis merupakan kelompok etnik atau suku dengan wilayah asal Sulawesi Selatan. Ciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat yang masih melekat kuat. Orang-orang Bugis banyak menyebar di seluruh provinsi Indonesia.
Awal mula
Suku Bugis tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.
Baca juga: Sejarah Asal Usul Gelar Andi Suku Bugis - Sulawesi Selatan
Bahasa Bugis
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Bugis yang tersebar di beberapa kabupaten. Biasanya masing-masing kabupaten memiliki dialek tersendiri dalam penggunaan bahasa bugis. Selain itu masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional yang memakai aksara Lontara.
aksara lontara suku bugis
askara lontara | photo: suku-bugis.blogspot.com
Perkembangan
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar. Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan)
Adat Istiadat
Dalam budaya suku bugis terdapat tiga hal yang bisa memberikan gambaran tentang budaya orang bugis, yaitu konsep ade, siri na pesse dan simbolisme orang bugis adalah sarung sutra.
Konsep ade'
Ade yang dalam bahasa Indonesia adalah adat istiadat. Bagi masyarakat bugis, ada empat jenis adat yaitu :
Ade maraja, yang dipakai dikalangan Raja atau para pemimpin.
Ade puraonro, yaitu adat yang sudah dipakai sejak lama di masyarakat secara turun temurun,
Ade assamaturukeng, peraturan yang ditentukan melalui kesepakatan.
Ade abiasang, adat yang dipakai dari dulu sampai sekarang dan sudah diterapkan dalam masyarakat.
Menurut Lontara Bugis, terdapat lima prinsip dasar dari ade yaitu ade, bicara, rapang, wari, dan sara. Konsep ini lebih dikenal sebagai pangngadereng. Ademerupakan manifestasi sikap yang fleksibel terhadap berbagai jenis peraturan dalam masyarakat. Rapang lebih merujuk pada model tingkah laku yang baik yang hendaknya diikuti oleh masyarakat. Sedangkan wari adalah aturan mengenai keturunan dan hirarki masyarakat sara yaitu aturan hukum Islam. Siri memberikan prinsip yang tegas bagi tingkah laku orang bugis.
Menurut Pepatah orang bugis, hanya orang yang punya siri yang dianggap sebagai manusia.
Naia tau de’e sirina, de lainna olokolo’e. Siri’ e mitu tariaseng tau. Artinya Barang siapa yang tidak punya siri, maka dia bukanlah siapa-siapa, melainkan hanya seekor binatang.
Namun saat ini adat istiadat tersebut sudah tidak dilakukan lagi dikarenakan pengaruh budaya Islam yang masuk sejak tahun 1600-an
Konsep siri’
Makna “siri” dalam masyarakat bugis sangat begitu berarti sehingga ada sebuah pepatah bugis yang mengatakan “SIRI PARANRENG, NYAWA PA LAO”, yang artinya : “Apabila harga diri telah terkoyak, maka nyawa lah bayarannya”.Begitu tinggi makna dari siri ini hingga dalam masyarakat bugis, kehilangan harga diri seseorang hanya dapat dikembalikan dengan bayaran nyawa oleh si pihak lawan bahkan yang bersangkutan sekalipun
konsep siri seperti keyakinan yang masih dijaga smape sekarang
BalasHapushttp://www.marketingkita.com/2017/08/Manajemen-Sumber-Daya-Manusia-Dalam-Ilmu-Marketing.html