Sejarah n Jenis Senjata Tradisional Badik
Pengertian Senjata Tradisional Badik dan Sejarahnya. Badik (badek) adalah pisau dengan bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Badik bersisi tajam tunggal atau ganda, panjangnya ada yang mencapai sekitar setengah meter. Seperti keris, bentuknya asimetris dan bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Namun, berbeda dari keris, badik tidak pernah memiliki ganja (penyangga bilah). Badik ini tidak hanya terkenal di daerah Makassar saja, tetapi juga terdapat di daerah Bugis dan Mandar dengan nama dan bentuk berbeda.
Fungsi Badik
Bugis Makassar memiliki pandangan bahwa setiap jenis badik
memiliki kekuatan sakti (gaib) yang dapat memengaruhi kondisi, keadaan, dan
proses kehidupan pemiliknya. Tidak hanya itu ada juga yang berpendapat bahwa
badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan dan
kemakmuran ataupun kemelaratan, kemiskinan dan penderitaan bagi yang
menyimpannya. Dahulu, badik dipergunakan bukan hanya sebagai senjata untuk
membela diri dan berburu tetapi juga sebagai identitas diri dari suatu kelompok
etnis atau kebudayaan.
Bagian-bagian Badik
Secara umum badik terdiri atas tiga bagian, yakni:
1. Hulu (gagang)
2. Bilah (besi)
3. Warangka atau sarung badik.
Disamping itu, terdapat pula pamor yang dipercaya dapat
memengaruhi kehidupan pemiliknya.
Badik Makassar
Badik Makassar memiliki kale (bilah) yang pipih, battang
(perut) buncit dan tajam serta cappa’ (ujung) yang runcing. Badik yang
berbentuk seperti ini disebut Badik Sari. Badik Sari terdiri atas bagian
pangulu (gagang badik), sumpa’ kale (tubuh badik) dan banoang (sarung badik).
Lain Makassar lain pula Bugis, di daerah ini badik disebut dengan kawali,
seperti Kawali Raja (Bone) dan Kawali Rongkong (Luwu).
Badik Bugis Luwu
Badik Bugis Kawali Bone memiliki bessi atau bilah yang
pipih, ujung runcing dan bentuk agak melebar pada bagian ujung, sedangkan
kawali Luwu memiliki bessi pipih dan berbentuk lurus. Kawali pun memiliki
bagian-bagian, seperti pangulu (hulu), bessi (bilah) dan wanua (sarung). Seperti
pada senjata tradisional lainnya, kawali juga dipercaya memiliki kekuatan
sakti, baik itu yang dapat membawa keberuntungan ataupun kesialan.
Kawali Lamalomo Sugi adalah jenis badik yang mempunyai motif
kaitan pada bilahnya dan dipercaya sebagai senjata yang akan memberikan
kekayaan bagi pemiliknya. Sedangkan, kawali Lataring Tellu yang mempunyai motif
berupa tiga noktah dalam posisi tungku dipercaya akan membawa keberuntungan
bagi pemiliknya berupa tidak akan kekurangan makanan dan tidak akan mengalami duka
nestapa. Itulah sebabnya, badik ini paling cocok digunakan bagi mereka yang
berusaha di sektor pertanian.
Kul Buntet / Pusaran
Kawali Lade’ nateyai memiliki pamor berupa bulatan kecil
pada bagian pangkal dan guratan berjajar pada bagian matanya. Badik ini
dipercaya dapat mendatangkan rezeki yang melimpah bagi pemiliknya. Badik ini
memiliki kemiripan fungsi dengan Kawali Lakadang yang memiliki motif berbentuk
gala pada pangkalnya.
Salah satu badik yang dipercaya sangat ideal adalah Kawali
Lagemme’ Silampa yang memiliki motif berupa urat yang membujur dari pangkal ke
ujung. Dipercaya bahwa pemilik badik tersebut senantiasa akan mendapatkan
keselamatan dan kesejahteraan dalam kehidupannya bersama dengan segenap kaum
kerabatnya. Sedangkan untuk mendapatkan kesabaran, maka dipercaya harus
memiliki Kawali Lasabbara.
Uladeddu, Jenis badik
bugis yang khas segeri
Kawali Ilakkoajang adalah jenis badik yang dipercayai
sebagai senjata yang mampu mendatangkan wibawa serta derajat yang tinggi.Badik
ini memiliki motif guratan di seluruh tubuhnya. Sementara itu, bagi yang
menginginkan kemenangan dalam setiap pertarungan hendaknya memiliki Kawali
Latenriwale. Badik yang memiliki motif berupa bulatan oval pada bagian ujungnya
ini dipercaya dapat membangkitkan sifat pantang mundur bagi pemiliknya dalam
setiap pertempuran.
Bila dipercaya terdapat badik yang mengandung kebaikan,
demikian pun sebaliknya terdapat badik yang mengandung kesialan. Kawali Lasukku
Ja’na adalah badik yang dianggap amat buruk. Bagi siapapun, Kawali Latemmewa
merupakan badik yang sangat tidak baik, karena dipercaya badik ini tidak dapat
menjaga wibawa dan kehormatan pemiliknya. Menurut kepercayaan, pemilik badik
ini tidak akan melakukan perlawanan kendati ditampar oleh orang lain.
Sejalan dengan kepercayaan tersebut, terdapat Kawali
Lamalomo Malaweng Tappi’enngi yang memiliki motif berupa guratan tanda panah
pada bagian pangkalnya. Dipercaya, pemilik badik ini seringkali terlibat dalam
perbuatan zina. Badik ini memiliki kepercayaan yang berlawanan dengan Kawali
Lamalomo Rialawengeng. Konon kabarnya pemilik badik seperti ini seringkali
istrinya melakukan perzinahan dengan lelaki lain.
Apapun kekuatan sakti yang dipercaya dikandung oleh sebuah
badik, badik tetaplah sebuah benda budaya yang akan meningkatkan identitas diri
seseorang, terutama bagi kaum lelaki. Seperti kata orang Makassar mengenai
badik
“Teyai bura’ne punna tena ammallaki badik” (Bukan seorang
lelaki jika tidak memiliki badik)
Begitupun dengan kata orang Bugis
“Taniya ugi narekko de’na punnai kawali" (Bukan seorang
Bugis jika tidak memiliki badik).
Badik Raja (Gecong
Raja, Bontoala)
Badik ini berasal dari daerah Kajuara kabupaten Bone. Proses
pembuatan badik raja atau Bontoala dipercaya melibatkan mahluk halus sebangsa
jin dalam proses penempaannya. Konon orang-orang di sekitar Kajuara suatu
ketika mendengar suara tempaan besi dari dalam lanresang pada saat tengah
malam. Dan ketika pagi hari tiba-tiba telah ditemukan sebilah badik beserta
sarungnya di dalam lanserang tersebut. Tidak seorang pun pandai besi yang mampu
badik serupa saat ini.
Bentuk fisik dari badik raha ini memiliki bilah yang relatif
besar dengan ukuran 20 sampai 25 cm. Ray divo pengamat senjata tradisional
memberikan komentar mengenai badik ini berupa bentuk yang mirip badik Lompobattang.
Bentuk bilah yang sedikit membungkuk kemudian semakin ke ujung semakin lebar
dan akhirnya meruncing kembali.
Pada badik ini terpasang pamor Timpalaja atau Mallasoan kale
di dekat hulu dari badik ini. Bahan badik terbuat dari besi berkualitas tinggi
dengan kandungan meteorit yang menonjol dipermukaan. Terdapat pola seperti arus
panah hingga ke ujung badik. Pola ini dikenal dengan nama batu-lappa dan untuk
pola yang lebih besar disebut dengan bunga pejje atau busa uwae. Motif ini
identik dengan pasir yang melekat pada besi. Badik raja hanya digunakan oleh
kalangan Arung di kalangan raja Bone.
Badik La Gecong
Badik La Gecong adalah badik dari suku bugis yang sangat
terkenal di medan perang. Tidak satupun musuh yang terkena sabetan atau tikaman
dari badik ini mampu bertahan untuk menceritakan kisahnya selamat dari tikaman
Badik La Gecong.
Badik La Gecong terkenal ammoso, sejenis pamor yang ditanamkan
ke dalam badik saat di tempa oleh empunya. Ketika lagecong telah tertancap di
batang tubuh seseorang pamor ammoso akan menarik keinginan hidup korbannya.
Selain itu konon pada masa perang seluruh senjata perang akan tunduk pada badik
La Gecong ini.
Arti kata La Gecong sendiri masih menjadi misteri. Konon Gecong
adalah badik yang di buat empunya yang bernama La Gecong tetapi ada jug ayang
mengatakan bahwa La Gecong berasal dari kata Gecong atau Geco' yang berarti
sekali tersentuh langsung mati.
La Gecong yang asli konon terbuat dari daun Nipa (Rumbia)
sehingga ia akan terapung di atas air dan melawan arus. Panjang dari La Gecong
berukuran sejengkal tangan orang dewasa. Pamor La Gecong adalah lonjo dengan
bentuk pipih tapi sangat kuat.
Badik Luwu
Badik Luwu berasal dari daerah Luwu. Bentuk badik agak
sedikit membungkuk yang dalam istilah Makassar dikenal dengan istilah mabbukku
tedong. Bilahnya lurus dan runcing dibagian depan. Badik luwu diberi pamor yang
sangat indah, hingga saat ini bading Luwu adalah incaran para kolektor benda
pusaka. Pada baja badik terdapat Rakkapeng atau sepuhan baja badik yang konon
katanya sepuhan badik ini dibuat dari alat kelamin gadis perawan sehingga badik
ini dibuat agar ilmu kebal dari sang lawan luntur dengan tikaman dari badik
Luwu.
Badik Lompo Battang
(badik siperut besar/jantung pisang)
Badik Lompo Battang secara harfiah diambil dari kata perut
buncit atau besar. Dinamakan demikian karena bentuk dari tubuh badik ini
menyerupai perut yang sangat buncit. Badik ini merupakan badik asli Makassar.
Badik telah berusia 800 tahun yang telah ditempa ulang dari pusaka Berang Alameng
atau Berang Sinangke. Badik ini sendiri mengambil pamor dari bahan asalnya
yakni tidak akan ada korban yang sanggup bertahan lebih dari satu hari ketika
dikenai tikaman Badik ini.
Badik Taeng
Badik Taeng salah satu dari jenis badik yang sudah sepuh. Pamor
dari badik berupa Kurissi membentuk sebuah pola dan motif La Metteteng dan La
Madderung Manai. Badik ini juga seperti pada umumnya badik sepuh yakni bahanya
terbuat dari besi meteorit. Badik ini ditempa dengan menggunakan teknik Baja
Gantung. Di badan badik ini terlihat seperi aliran proses pembuatan badik yang
khas.
Cara Memegang Badik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar